Hingga awal Mei 2020, jumlah orang yang terdeteksi positif COVID-19 di Indonesia masih terus bertambah. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menangani penyebaran virus corona yang menjadi penyebab COVID-19 adalah melalui tes atau pemeriksaan khusus.
Ada dua jenis tes yang dianggap penting untuk mendeteksi COVID-19, yaitu rapid test corona dan polymerase chain reaction (PCR) test. Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan pelaksanaan rapid test sejak awal Maret, terutama di daerah-daerah yang diketahui memiliki kasus persebaran virus corona cukup tinggi.
Anda mungkin sudah pernah mendengar tentang rapid test dan PCR test. Sebenarnya, apa perbedaan rapid test vs PCR test? Apakah Anda perlu melakukan salah satu atau kedua tes tersebut untuk melindungi diri dari COVID-19? Yuk, cari tahu penjelasan lebih lengkap tentang cara rapid test dan PCR test.
Jenis tes untuk mendeteksi virus corona yang cukup populer diberitakan adalah rapid test. Dikutip dari situs The Conversation, saat ini ada dua jenis rapid test corona, yaitu berdasarkan antigen dan antibodi. Rapid test corona yang dilakukan di Indonesia berdasarkan antibodi.
Rapid test corona berdasarkan antibodi bertujuan mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang diproduksi tubuh untuk melawan virus corona. Antibodi itu akan terbentuk setelah seseorang terpapar virus corona. Proses pembentukan antibodi membutuhkan waktu selama beberapa hari hingga beberapa minggu setelah tubuh bertempur melawan virus.
Orang yang menjalani rapid test akan dianggap positif bila di tubuhnya ditemukan antibodi virus corona, bukan karena di tubuhnya terdapat virus corona. Ini penting dipahami karena masih banyak yang mengira dengan melakukan rapid test, seseorang dapat mengetahui apakah dirinya positif COVID-19 atau tidak.
Padahal, rapid test berfungsi sebagai pemeriksaan skrining, bukan pemeriksaan untuk mendiagnosis infeksi virus corona atau COVID-19. Hasil rapid test corona menandakan orang yang diperiksa pernah terinfeksi virus corona.
Orang yang pernah terinfeksi virus corona juga bisa saja tubuhnya belum membentuk antibodi. Bila ini yang terjadi, hasil rapid test akan negatif dan orang tersebut perlu mengulangi rapid test corona lagi dalam waktu 7–10 hari setelahnya.
Cara rapid test corona termasuk sederhana dan dapat dilakukan dalam waktu yang cukup singkat. Petugas kesehatan akan mengambil sampel darah dari ujung jari, kemudian diteteskan ke alat rapid test. Lalu, pada sampel darah tersebut diteteskan juga cairan untuk menandai antibodi. Hasil rapid test dapat keluar dalam waktu 10-15 menit.
Bila hasil rapid test corona positif, tandanya di tubuh orang yang diperiksa terdapat antibodi virus corona. Namun, antibodi tersebut belum tentu dari virus corona penyebab COVID-19.
Bisa saja, antibodi di tubuh orang tersebut adalah untuk virus corona jenis lain (hingga saat ini ada tujuh jenis virus yang termasuk dalam keluarga virus corona). Karena itu, orang yang hasil rapid test-nya positif harus menjalani menjalani PCR test untuk memastikan apakah di tubuhnya terdapat virus corona.
Menurut Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, lebih dari 500.000 unit alat rapid test telah didistribusikan ke berbagai rumah sakit pemerintah maupun swasta.
Pemeriksaan rapid test corona tidak dapat dilakukan terhadap semua orang. Saat ini, rapid test COVID-19 diprioritaskan pada orang-orang dengan kondisi tertentu, yang dianggap lebih berisiko terinfeksi virus corona. Dikutip dari situs Alodokter, berikut daftar orang yang dianggap perlu melakukan rapid test corona:
Dikutip dari situs Alodokter, PCR test atau sering disebut dengan swab test adalah pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi keberadaan material genetik dari sel, bakteri, atau virus. Ada beberapa penyakit yang bisa dideteksi melalui prosedur PCR test, di antaranya HIV, Hepatitis C, HPV, klamidia, gonore, dan penyakit lyme.
Saat ini PCR test juga dipakai untuk mendiagnosis COVID-19 dengan cara mendeteksi material genetik virus corona. PCR test dianggap memiliki sensitivitas lebih tinggi untuk mendeteksi virus corona di tubuh daripada rapid test. Ini karena PCR test memang bertujuan mendeteksi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
PCR test dilakukan dengan mengambil sampel dahak, lendir, atau cairan dari tenggorokan. Petugas kesehatan akan memasukkan alat usap melalui hidung, lalu menyeka bagian belakang tenggorokan untuk mengambil sampel tersebut. Proses ini hanya membutuhkan waktu sekitar 15 detik dan tidak menimbulkan sakit. Setelah itu, sampel akan diteliti di laboratorium.
Dikutip dari situs DetikHealth, virus yang aktif memiliki material berupa DNA atau RNA. Pada virus SARS-CoV-2, material genetiknya adalah RNA. Karena itu, deteksi virus tersebut diawali proses perubahan RNA yang ditemukan di sampel menjadi DNA.
Dikutip dari situs Alodok, setelah RNA diubah menjadi DNA, alat PCR akan melakukan amplifikasi atau perbanyakan material genetik ini untuk mendeteksi RNA virus corona. Bila dari sampel tersebut ditemukan RNA virus SARS-CoV-2, hasilnya dikatakan positif COVID-19.
Pemeriksaan PCR test membutuhkan waktu lebih lama daripada rapid test karena harus dilakukan di laboratorium yang ditunjuk pemerintah. Namun, tes ini dapat bermanfaat bagi peneliti karena akan memberi sampel besar yang nantinya dapat dibandingkan dengan SARS-CoV-2.
Sama seperti rapid test, PCR test juga tidak perlu dilakukan oleh semua orang. Orang-orang yang berisiko tinggi terhadap persebaran virus corona yang akan diprioritaskan untuk menjalani PCR test.
Selain rapid test dan PCR test, kini ada satu cara lain untuk mendeteksi COVID-19, yaitu dengan tes serologi. Dikutip dari situs web Halodoc, tes serologi adalah pemeriksaan untuk mencari antibodi dalam darah. Tes ini dilakukan dengan cara mengambil darah Anda untuk kemudian diproses di laboratorium.
Secara umum, ada tiga cara untuk mendeteksi keberadaan antibodi dalam darah:
Tes serologi antibodi SARS-CoV-2 berbasis lab bertujuan mendeteksi antibodi IgM dan IgG terhadap SARS-CoV-2 dalam darah. Hasil tes serologi ini bisa reaktif atau nonreaktif. Bila hasilnya nonreaktif, tandanya di tubuh Anda belum ada antibodi SARS-CoV-2. Dengan kata lain, Anda belum pernah terpapar COVID-19.
Jika hasil tes serologi reaktif berarti di tubuh Anda terdapat antibodi SARS-CoV-2, Anda sedang terinfeksi COVID-19 (virus sedang aktif). Artinya sudah pernah terpapar COVID-19 di masa lampau (sekarang virusnya tidak aktif). Orang yang mendapat hasil tes serologi reaktif harus melakukan isolasi diri sebelum menjalani PCR test.
Proses tes serologi COVID-19 kurang lebih sama dengan rapid test. Hanya, tes serologi berbasis lab ini diklaim memiliki sensitivitas dan tingkat spesifik yang lebih tinggi karena dikerjakan instrumen robotik sehingga hasilnya pun jauh lebih akurat dibandingkan rapid test. Beberapa fasilitas kesehatan sudah menawarkan tes serologi untuk deteksi awal COVID-19, dengan biaya mulai dari Rp 99.000.
Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang melaksanakan sejumlah tes untuk mendiagnosis kasus COVID-19. Dikutip dari situs web BBC, ada dua alasan utama mengapa tes atau pengujian virus corona kepada masyarakat penting dilakukan.
Alasan pertama, hasil tes dapat membantu tenaga medis atau penyedia layanan kesehatan dalam melakukan perencanaan, termasuk menyiapkan unit perawatan intensif atau intensive care unit (ICU). Bila kasus positif COVID-19 tinggi, maka banyak rumah sakit yang harus meningkatkan kapasitas ICU-nya.
Alasan kedua, informasi yang dikumpulkan dari tes terhadap ribuan orang lebih dapat memberikan informasi kepada pemerintah dalam menentukan suatu kebijakan, seperti misalnya physical distancing atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang kini diterapkan di sejumlah daerah. Di berbagai negara, tingginya jumlah orang yang terinfeksi virus corona memaksa pemerintahnya untuk memberlakukan karantina wilayah atau lockdown.
Tanpa melakukan tes atau pengujian secara luas, pemerintah tidak akan mengetahui seberapa besar jumlah orang yang terinfeksi virus corona. Tanpa informasi tersebut, persebaran virus corona dapat makin meluas dan membahayakan lebih banyak nyawa.
Karena prosedurnya cukup sederhana, rapid test dapat dilakukan di mana saja, tidak harus di rumah sakit besar. Dikutip dari situs Detik, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan (Dirjen Yankes) Kemenkes Bambang Wibowo mengatakan rapid test COVID-19 juga bisa dilakukan di puskesmas.
Pelaksanaan rapid test juga dianggap penting untuk mendorong orang yang hasil rapid test-nya positif agar melakukan isolasi mandiri, tetapi tetap di bawah pengawasan petugas kesehatan. Apalagi bila orang tersebut tidak menunjukkan gejala sakit. Faktanya, sebagian besar orang yang diketahui terinfeksi virus corona tidak menunjukkan gejala sakit yang berarti, tetapi berisiko tinggi untuk menularkan COVID-19 ke orang lain.
Sampai sekarang, belum bisa diketahui kapan pandemi COVID-19 akan berakhir. Sejumlah daerah mulai memberlakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mengharuskan masyarakat melakukan sebagian besar aktivitas di rumah guna menekan penyebaran virus corona. Dengan memerintahkan masyarakat agar lebih disiplin diam di rumah dan mengurangi kegiatan bepergian, diharapkan pandemi COVID-19 dapat segera berakhir.
Meski pandemi COVID-19 belum berakhir, risiko atas penyakit-penyakit lain pun masih tetap ada. Selain mengikuti imbauan pemerintah terkait COVID-19, Anda juga perlu melakukan langkah-langkah lain untuk melindungi kesehatan diri maupun keluarga.
Salah satu caranya adalah dengan memiliki asuransi kesehatan. Tak bisa dimungkiri, kesehatan adalah hal yang sangat berharga. Karena itu, Anda perlu melindungi kesehatan dengan semaksimal mungkin. Dengan memiliki asuransi kesehatan, Anda akan merasa tenang dalam menjalani kehidupan, termasuk dalam mempraktikkan pola hidup sehat.
Asuransi Mega Hospital Investa dari PFI Mega Life menawarkan manfaat berupa santunan rawat inap karena sakit atau kecelakaan, santunan rawat inap ICU/ICCU, santunan meninggal dunia karena sakit dan kecelakaan, serta pengembalian premi (no claim bonus).
Produk asuransi kesehatan Mega Hospital Investa banyak diminati karena menawarkan manfaat perlindungan yang nyaman, dengan premi ramah di kantong. Anda bahkan dapat memilih rencana pembayaran premi sesuai kondisi dan kemampuan Anda.
Masa perlindungan dari Mega Hospital Investa akan berlaku sampai pemilik polis berusia 60 tahun. Bukan itu saja, keunggulan lain Mega Hospital Investa adalah Anda dapat memilih rencana uang pertanggungan, proses pengajuan klaim yang mudah, rekanan rumah sakit yang tersebar luas di wilayah Indonesia, serta masa tunggu (waiting period) selama 30 hari.
Ingatlah, jangan menunggu atau menunda lagi untuk memiliki asuransi kesehatan. Dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, risiko untuk sakit semakin tidak bisa diprediksi. Jadi, lindungilah diri Anda maupun keluarga dengan asuransi kesehatan.