Pembagian harta warisan sering membuat sebuah hubungan keluarga menjadi renggang. Hal tersebut tidak terlepas dari keinginan masing-masing ahli waris yang mau mendapatkan bagian lebih besar. Akibatnya, tali persaudaraan dalam keluarga lah yang jadi taruhannya. Padahal, memutus tali persaudaraan merupakan hal yang diharamkan dalam Islam. Sebagai solusinya dari persengketaan tadi, Islam mengenalkan mawaris. Mawaris sendiri adalah sebuah ilmu yang berkaitan dengan pembagian harta warisan.
Apa itu Mawaris?
Secara etimologis, kata mawaris berasal dari Al-mirats, yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum ke kaum lain. Sementara bila ditinjau dari segi istilah, al-mirats adalah berpindahnya kepemilikan hak orang yang sudah meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup. Hak kepemilikan ini bisa berupa apa saja, seperti harta, tanah, dan hak lainnya yang secara sah.
Dari pengertian tadi, disimpulkan bahwa mawaris adalah disiplin ilmu yang membahas terkait pembagian harta seseorang yang telah meninggal kepada pewaris (ahli waris) yang masih hidup sesuai dengan ketentuan Al-Quran dan Al-Hadits. Tak hanya itu, ilmu ini juga membahas siapa saja yang berhak menerima warisan serta bagian-bagian yang akan diterimanya.
Landasan Hukum Mawaris
Peralihan harta (warisan) kepada ahli warisnya sudah diatur sedemikian rupa dalam ilmu mawaris. Di bawah ini adalah landasan yang dijadikan sebagai dasar hukum dalam ilmu mawaris.
Dalam surat ini, Allah SWT telah mengatur siapa saja yang berhak mendapatkan warisan, serta bagian yang didapatkan oleh setiap ahli waris. Berikut kutipan Surat An-Nisa ayat 11.
“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan, jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan, untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, bila dia (yang meninggal) memiliki anak.
bila dia (yang meninggal) tidak memiliki anak dan dia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga harta warisan. Bila dia (yang meninggal) memiliki beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam harta warisan. Pembagian-pembagian di atas akan dipenuhi setelah wasiat yang dibuatnya (setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Mawaris juga menjadikan hadis sebagai sumber lain untuk dijadikan sebagai penafsir, pemberi bukti dan penguat hukum tidak dijelaskan dalam Al-Quran. Adapun hadis yang dijadikan dasar dalam ilmu mawaris adalah:
Hadis Riwayat Muslim
“Bagilah harta warisan kepada ahli waris (ashabul furudh) sesuai dengan ketetapan kitabullah, sisanya ke pihak keluarga laki-laki yang terdekat.”
Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim
“Berikanlah harta pusaka (warisan) kepada orang-orang yang berhak. Sesudah itu, sisanya untuk laki-laki yang lebih utama.”
Dari kedua hadit di atas, sudah jelas bahwa harta warisan harus diberikan kepada orang yang berhak menerimanya, dalam hal ini adalah ahli waris. Namun, bila masih terdapat sisa dari harta warisan tadi, maka harus diberikan pada pihak laki-laki yang lebih dekat dengan pewaris.
Rukun dalam Ilmu Mawaris
Dalam mawaris, ada beberapa rukun yang harus dipenuhi ketika membagi harta warisan. Bila salah satu rukun tidak terpenuhi, maka harta warisan tidak dapat dibagi kepada ahli waris.
Al-Muwaris adalah orang yang meninggalkan harta warisan kepada ahli waris. Namun, harta Al-Muwaris tidak boleh dibagi terlebih dahulu sebelum ia dinyatakan meninggal, baik secara hukum maupun medis.
Al-Waris adalah orang yang memiliki pertalian dekat dengan Al-Muwaris (pewaris), baik itu hubungan darah, hubungan perkawinan, atau alasan memerdekakan hamba sahaya. Syarat pembagian harta kepada Al-Waris ini adalah ia harus dalam keadaan hidup ketika Al-Muwaris meninggal dunia.
Al-Mauruts adalah harta yang ditinggalkan Al-Muwaris kepada Al-Waris. Harta peninggalan Al-Muwaris baru bisa dibagikan kepada Al-Waris setelah dikurangi zakat atas harta warisan, biaya pengurusan jenazah, hutang piutang, dan pelaksanaan wasiat pewaris.
Sebab Seseorang Berhak Menerima Harta Warisan
Di bawah ini adalah empat perkara yang membuat seseorang berhak mendapatkan harta warisan, yaitu:
Penyebab seseorang berhak menerima harta warisan yang pertama adalah adanya hubungan pernikahan yang sah. Meskipun belum terjadi persetubuhan di antara keduanya, namun ikatan pernikahan yang sah membuat suami-istri saling mewarisi satu sama lain. Artinya, bila suami meninggal, istri berhak mewarisi harta yang ditinggalkannya, begitu pun sebaliknya.
Sementara, pernikahan yang dilakukan tidak dalam keadaan rusak (fasid), seperti tidak adanya wali atau saksi, maka keduanya tidak berhak menerima warisan.
Sebab berikutnya seseorang berhak menerima warisan adalah adanya hubungan kekerabatan (nasab). Seorang yang mendapatkan warisan dengan hubungan kekerabatan ini adalah kedua orang tua dan orang-orang yang termasuk turunan dari keduanya, seperti saudara laki-laki, saudara perempuan, serta anak-anak dari para saudaranya tadi.
Wala adalah sebab yang membuat seseorang berhak atas warisan yang dimiliki hamba sahaya yang sudah dimerdekakan. Jadi, bila bekas hamba sahaya yang sudah dimerdekakan meninggal dunia, maka harta warisannya menjadi hak dari orang yang sudah memerdekakannya itu. Sebaliknya, seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan tak bisa mendapatkan hak waris dari tuan yang sudah memerdekakannya.
Sebab terakhir yang membuat seseorang berhak memperoleh warisan adalah hubungan Islam. Itu artinya, seorang muslim yang meninggal dunia, tapi tidak memiliki Al-Waris (ahli waris) maka harta yang ditinggalkannya akan diserahkan kepada baitul maal untuk dikelola demi kesejahteraan umat.
Golongan yang Berhak Menerima Hak Waris
Mawaris juga sudah membagi ahli waris menjadi tiga golongan berdasarkan bagian yang diterimanya:
Ashabah adalah kelompok ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya. Artinya, hak waris yang diterima kelompok ini merupakan sisa dari zawil furudh.
Bisa dikatakan, kelompok ini tidak termasuk dalam urutan penerima hak waris. Meski begitu, zawil arham memiliki kedekatan dengan kedua kelompok sebelumnya. Jadi, bila tidak ada kelompok zawil furudh dan ashabah dalam urutan penerima hak waris, maka zawil arham berkah memperolehnya.
Mempelajari ilmu mawaris adalah hal yang penting, karena dapat membantu seseorang muslim menentukan pembagian harta warisannya kelak. Bentuk harta warisan sendiri beragam, bisa berupa tanah, rumah, atau benda bergerak. Opsi lainnya yang bisa dipilih adalah harta warisan dalam bentuk asuransi jiwa, seperti Asuransi Mega Warisan.
Produk Asuransi Mega Warisan ini memberikan manfaat Uang Pertanggungan (UP) 100% untuk ahli waris apabila tertanggung meninggal tidak disebabkan oleh kecelakaan. Sementara, manfaat UP lebih besar hingga 200% akan diterima ahli waris bila tertanggung meninggal akibat kecelakaan selama masa proteksi. Karena manfaatnya yang besar itu, Asuransi Mega Warisan bisa menjadi pilihan tepat untuk mempersiapkan warisan.
PT PFI Mega Life Insurance terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).